Sejarah Isis ( Negara Islam Irak dan Syam )

ISIS sebelumnya adalah bagian dari Al-Qaidah.Dibawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ISIS sempat menyatakan diri bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun karena metode ISIS/ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah, ISIS dianggap tidak lagi sejalan dengan Al-Qaidah. Sebagai balasannya, Front Al-Nusra lalu melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIS/ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak. Namun karena kebrutalan dan ambisi dari ISIS yang tidak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya, ISIS bisa menguasai sebagian besar wilayah Irak. Bahkan dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Al-Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia
Pada 15 Mei 2010 diangkatlah pemimpin baru yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi untuk menggantikan Abu Umar Al Baghdadi yang telah meninggal. Seiring dengan Revolusi di Jazirah Arab yang dikenal dengan Musim Semi Arab dalam menumbangkan para diktator seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, maka terjadi pula revolusi di Suriah, hanya saja demonstrasi rakyat di Suriah disambut dengan kekerasan dari Tentara Presiden Bashar Assad. Akibatnya Rakyat Suriah melakukan perlawaan dalam kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok-kelompok ini dibantu oleh para pejuang dari luar negeri termasuk dari Negara Islam Irak. Dan ketika kelompok-kelompok pejuang rakyat Suriah ini akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak maka menyatulah beberapa kota di Irak dan di Suriah dalam kontrol Negara Islam Irak.
ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. Gerakan revolusi yang mulanya mempunyai misi mulia untuk menggulingkan rezim otoriter ini berubah menjadi tragedi. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.

Isis Dilarang di Indonesia
1. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Djoko Suyanto, 
menegaskan  gerakan ISIS (Islamic State of Iraq and the Levant) merupakan paham radikal. Oleh karena itu, ISIS tidak boleh berkembang di Indonesia.

"Pemerintah tidak mengizinkan paham ISIS berkembang di Indonesia dan kebhinekaan dalam naungan NKRI. Setiap upaya pengembangbiakkan paham ISIS harus dicegah," kata Djoko di Istana Negara, Jakarta, Senin 4 Agustus 2014.
 
2. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Muhammad Din Syamsuddin
Menolak gerakan Islamic State of Irak and Syria (ISIS) di Indonesia. MUI menilai gerakan 'berbau' teror tersebut berpotensi memecah persatuan umat Islam dan menggoyahkan Indonesia yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

"Karena itu MUI melarang umat Islam untuk masuk ke dalam gerakan ISIS," kata Ketua Umum MUI Muhammad Din Syamsuddin dalam konferensi pers di kantor MUI, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Agustus 2014.

Meski begitu, Din melanjutkan, MUI tidak akan mengeluarkan fatwa terkait pelarangan tersebut. Ini karena tindakan yang dilakukan gerakan ISIS di beberapa negara sudah jelas menunjukkan hal-hal yang diharamkan Islam.